IMB

Ribuan Pesantren Belum Miliki IMB, Pemerintah Siapkan Evaluasi

Ribuan Pesantren Belum Miliki IMB, Pemerintah Siapkan Evaluasi
Ribuan Pesantren Belum Miliki IMB, Pemerintah Siapkan Evaluasi

JAKARTA - Tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, tidak hanya memunculkan keprihatinan mendalam atas banyaknya korban, tetapi juga menguak persoalan serius yang selama ini luput dari perhatian publik: minimnya izin mendirikan bangunan (IMB) di lembaga pendidikan keagamaan.

Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, mengungkapkan fakta mencengangkan saat meninjau langsung lokasi kejadian pada Senin, 6 Oktober 2025. Dari total lebih dari 42 ribu pesantren di Indonesia, hanya sekitar 50 yang telah memiliki IMB. Data tersebut menandakan lemahnya pengawasan konstruksi dan kepatuhan terhadap regulasi di sektor pendidikan berbasis pesantren.

“Di seluruh Indonesia hanya 50 Ponpes yang memiliki izin mendirikan bangunan. Makanya itu kami pelan-pelan bereskan soal kualitas bangunan masing-masing,” ujar Dody.

Evaluasi Nasional Disiapkan Bersama Pemerintah Daerah

Temuan ini mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis. Dody menegaskan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap kondisi bangunan pesantren akan dilakukan dalam waktu dekat. Proses evaluasi akan dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan pemerintah daerah setempat guna memastikan seluruh pesantren memenuhi standar kelayakan bangunan.

“Evaluasi akan dilakukan bersama Kemendagri dan pemerintah daerah. Kami ingin memastikan kualitas bangunan terjamin agar peristiwa serupa tidak terulang,” ujarnya.

Meski demikian, Dody menekankan bahwa kehadirannya di lokasi tragedi bukan untuk membahas aspek teknis bangunan secara langsung. Fokus utama pemerintah saat ini adalah memastikan proses penanganan darurat berjalan optimal dan seluruh korban dapat dievakuasi secepatnya.

“Setelah tugas Basarnas dan tim selesai, baru kami masuk dalam pemeriksaan dan perbaikan konstruksi,” kata Dody.

Penyelamatan Jadi Prioritas Sebelum Pemeriksaan Konstruksi

Pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan teknis penyebab runtuhnya bangunan hingga seluruh proses penyelamatan selesai. Menurut Dody, investigasi mendalam terkait aspek konstruksi hanya akan dilakukan setelah lokasi dinyatakan aman dan seluruh korban berhasil dievakuasi dari bawah puing-puing.

“Saya belum bisa bicara soal kegagalan konstruksi. Semua akan dievaluasi nanti setelah penyelamatan selesai,” tegasnya.

Pendekatan ini menunjukkan kehati-hatian pemerintah dalam menangani insiden bencana bangunan. Keselamatan korban menjadi prioritas utama sebelum memulai tahapan penyelidikan lebih lanjut.

Klarifikasi Terkait Isu Keterlibatan Santri

Selain soal perizinan dan kualitas konstruksi, peristiwa ini juga memunculkan pertanyaan publik mengenai dugaan keterlibatan santri di bawah umur dalam proses pembangunan. Menanggapi hal tersebut, Dody meminta masyarakat tidak tergesa-gesa menyimpulkan sebelum hasil penyelidikan diperoleh.

“Jangan bilang begitu. Ini kan dari santri untuk santri. Jadi tidak bisa serta-merta disebut melibatkan anak di bawah umur,” ucapnya.

Pernyataan ini sekaligus menjadi penegasan bahwa pemerintah akan memeriksa setiap aspek pembangunan dengan cermat, termasuk kemungkinan pelanggaran hukum dalam proses pengerjaan bangunan pesantren.

Tantangan Besar Pengawasan Bangunan Pendidikan

Fakta bahwa hanya sekitar 50 dari 42 ribu pesantren yang memiliki IMB mencerminkan tantangan besar dalam pengawasan bangunan pendidikan keagamaan di Indonesia. Sebagian besar pesantren dibangun secara swadaya oleh masyarakat tanpa melalui prosedur perizinan formal. 

Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan konstruksi seperti yang menimpa Ponpes Al Khoziny.

Pemerintah kini dihadapkan pada pekerjaan rumah yang berat: memastikan seluruh lembaga pendidikan keagamaan mematuhi standar keselamatan bangunan tanpa mengabaikan aspek sosial dan kultural yang menyertainya. 

Proses evaluasi yang direncanakan tidak hanya mencakup pemeriksaan fisik bangunan, tetapi juga pendampingan teknis dan regulasi bagi pesantren agar mampu membangun fasilitas pendidikan yang aman dan layak.

Keselamatan Santri Jadi Prioritas

Tragedi Ponpes Al Khoziny menjadi pengingat pentingnya penerapan standar keamanan dalam pembangunan fasilitas pendidikan. Pemerintah menegaskan bahwa keselamatan para santri harus menjadi prioritas utama dalam setiap tahapan pembangunan, mulai dari perencanaan, perizinan, hingga pelaksanaan konstruksi.

Langkah evaluasi yang akan dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum bersama Kemendagri dan pemerintah daerah merupakan langkah awal menuju sistem pengawasan yang lebih kuat. Pemerintah juga berencana melakukan sosialisasi masif terkait pentingnya IMB serta menyediakan mekanisme pendampingan bagi pesantren yang kesulitan dalam proses perizinan.

Meski jalan menuju pembenahan sistemik masih panjang, komitmen pemerintah untuk memperbaiki situasi menjadi sinyal positif bahwa tragedi serupa dapat dicegah di masa mendatang. Evaluasi menyeluruh, penguatan regulasi, serta kesadaran kolektif tentang pentingnya keselamatan menjadi kunci utama dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman bagi generasi penerus bangsa.

Kunjungan Menteri Pekerjaan Umum ke lokasi runtuhnya Ponpes Al Khoziny membuka mata publik terhadap lemahnya aspek legalitas dan pengawasan bangunan pesantren di Indonesia. Fakta bahwa hanya segelintir pesantren yang memiliki IMB menunjukkan betapa mendesaknya reformasi sistem perizinan dan pengawasan konstruksi di sektor pendidikan keagamaan.

Dengan langkah konkret berupa evaluasi nasional, pemerintah berharap tragedi seperti yang menimpa Al Khoziny tidak akan terulang. Lebih dari sekadar tanggung jawab teknis, ini adalah upaya melindungi nyawa para santri dan menjamin mereka dapat belajar di lingkungan yang aman dan layak. Keselamatan harus menjadi fondasi utama dari setiap bangunan tempat menimba ilmu.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index