JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah di bawah koordinasi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN, telah menjangkau 1,2 juta ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, dari target nasional 9,3 juta sasaran hingga akhir tahun 2025.
Hal ini diungkapkan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) Wihaji, saat ditemui di Universitas Negeri Jakarta, Senin (22 September 2025).
“Sekarang untuk ibu hamil (bumil), ibu menyusui (busui), hingga balita non-PAUD atau B3 sudah 1,2 juta dari target 9,3 juta,” jelas Wihaji.
Presiden Tekankan Kepastian Data dan Distribusi
Wihaji menegaskan, program MBG untuk kelompok B3 menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto, yang memberikan mandat agar Kemendukbangga/BKKBN mendata, mendistribusikan, hingga mengevaluasi sasaran secara akurat. Menurut Wihaji, langkah ini sangat penting untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan memitigasi risiko kasus keracunan makanan yang sempat terjadi di beberapa sekolah.
“Seandainya ada beberapa kasus, saya kira nanti protapnya dijalankan dengan baik. Namanya juga program baru, kita terus berusaha semaksimal mungkin, termasuk bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN, khusus untuk B3, alhamdulillah semoga juga tidak ada kasus, karena selama ini baik-baik saja, mungkin ada beberapa masalah itu nanti kita selesaikan,” ujarnya.
Selain itu, Mendukbangga menekankan pentingnya sosialisasi kepada para kader atau Tim Pendamping Keluarga (TPK) agar mereka memahami cara distribusi MBG kepada sasaran yang tinggal di lokasi sulit dijangkau.
“Nanti kita evaluasi, intinya berapapun jumlah MBG khusus B3, kita diwajibkan untuk memberikan kepada mereka. Jadi kalau memang misalnya ada yang masalah-masalah, yang selama ini diberitakan media, kita ikhtiarkan supaya jangan terjadi dan terus kita awasi, kita kawal bersama-sama,” ungkap Wihaji.
Peran Kader dan Alokasi Anggaran
Kader KB dan TPK memegang peran sentral dalam mendistribusikan MBG ke masyarakat, terutama di wilayah terpencil. Setiap paket makanan yang diantarkan mendapat alokasi transportasi sekitar Rp1.000 per ompreng makanan.
“Kebetulan salah satu tugas Tim Pendamping Keluarga (TPK) atau kader-kader KB kita, kader posyandu, dan sebagainya itu untuk mendistribusikan (MBG) ada pembiayaannya, itu macam-macam, tetapi kira-kira begini, sekitar seribu per orang,” jelas Wihaji.
Ia menambahkan, dalam praktik sehari-hari, seorang kader dapat mendistribusikan MBG kepada 20 orang per hari. Jika dilakukan selama 20 hari, total anggaran transportasi yang diterima per kader mencapai sekitar Rp400 ribu per bulan, meski nominal ini bisa berbeda tergantung kondisi geografis wilayah distribusi.
“Kalau satu orang seribu, berarti 20 ribu, dikalikan 20 hari, kira-kira Rp400 ribu, tetapi itu tergantung geografisnya. Nanti ada yang kita bincangkan antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan para penyuluh yang mandiri mendistribusikan, karena kewajibannya SPPG,” tambah Wihaji.
Fokus pada Sasaran B3
Program MBG tidak hanya menargetkan ibu hamil dan ibu menyusui, tetapi juga balita dari keluarga B3 (belum PAUD atau balita kategori B3). Menurut Wihaji, fokus pada kelompok B3 penting untuk memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang memadai, sekaligus mengurangi risiko masalah gizi di masa depan.
Wihaji menekankan, program ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah meningkatkan kualitas hidup generasi penerus. Sosialisasi yang efektif kepada kader di lapangan diyakini dapat memaksimalkan jangkauan MBG dan memastikan setiap paket makanan sampai ke sasaran.
“Program MBG memang harus diiringi edukasi dan pengawasan. Kader kita dilatih supaya distribusi tepat, sasaran tercapai, dan risiko keracunan dapat diminimalkan,” kata Wihaji.
Sinergi dengan Badan Gizi Nasional
Untuk meningkatkan efektivitas MBG, Kemendukbangga bekerja sama erat dengan Badan Gizi Nasional (BGN). Kolaborasi ini mencakup pendampingan, sosialisasi, hingga evaluasi distribusi. Tujuannya adalah menjaga standar kualitas makanan, memastikan paket MBG aman dikonsumsi, dan memenuhi kebutuhan gizi ibu dan anak.
“Kolaborasi dengan BGN sangat penting. Kita ingin setiap paket yang diterima oleh bumil, busui, dan balita benar-benar aman dan bergizi,” tegas Wihaji.
Evaluasi dan Monitoring
Mendukbangga menegaskan bahwa evaluasi akan dilakukan secara berkala. Data dari lapangan, termasuk tantangan distribusi di daerah terpencil, akan menjadi acuan untuk meningkatkan kualitas program dan memperluas jangkauan.
“Intinya, kita wajib mengawasi dan mendukung distribusi MBG agar sesuai target, dan terus bekerja sama dengan kader serta penyuluh untuk menjangkau seluruh sasaran B3,” ucapnya.
Dengan capaian 1,2 juta sasaran dari total target 9,3 juta, program MBG menunjukkan langkah konkret pemerintah dalam memastikan kecukupan gizi bagi ibu dan balita, sekaligus memberikan peran nyata bagi kader dan TPK dalam membangun kualitas sumber daya manusia sejak dini.